Monday, January 5, 2009

Agar Tebu Bisa “Senam”

Mobil Estrada merah berkabin dua itu merayap pelan menelusuri lorong-lorong kebun tebu. Sesekali berhenti di ujung lorong. Dari mobil itu keluar sosok lelaki tinggi berkulit sawo matang. Ia berjalan memasuki rimbunan rumpun tebu menemui seorang pekerja yang sedang memotong daun-daun kering dari batang tebu. Lelaki itu memberi petunjuk yang langsung diikuti si pekerja.

Dia adalah Basaradin, pemilik kebun tebu seluas 58,6 hektar di Kampung Karta, Kecamatan Tulangbawang Udik, Tulangbawang. Setiap hari Ia memeriksa langsung perkebunan yang ia kelola sendiri itu.

Basaradin, yang memiliki sapaan akrab Pak Raden, sejak tahun 2005 sudah bertekad menjadi petani tebu. Profesi sebagai juragan singkong di Kabupaten Tulangbawang ia tinggalkan. “Saya tidak mau tanggung-tanggung menekuni tebu,” katanya ketika ditemui Tawon di kebunnya suatu siang pertengahan Mei lalu.

Siang itu dia ditemani keponakannya Mahyuddin membawa Tawon dan Waka Satpam Prayitno berkeliling areal kebun tebu miliknya di Kampung Karta, Tulangbawang Udik. Dengan bersemangat Pak Raden menunjukkan tanaman tebu yang tumbuh subur di kebunnya.

Di kebun Pak Raden ini terdapat tiga varietas tebu unggul dari PT Gunung Madu Plantations, yakni GM-19, SS-57, dan F5. Tanaman tebu di sini tampak sangat terawat, daun kering tak terlihat menggelantung di batang. Dia mengupah pekerja khusus untuk mengkletek daun kering. “Saya borongkan Rp500 ribu per hektar,” katanya.

Tebu sudah menjadi pilihan bagi Basaradin. Ia sudah mantap untuk saat ini tidak akan membiarkan lahannya terlantar. Tiap jengkal lahan miliknya kini Ia ditanami tebu. Tebu sudah menjadi primadona bagi Pak Raden. Dia sudah membayangkan keuntungan yang bakal diraupnya di akhir tebang giling nanti.

Memiliki kebun tebu yang luas dan modal kuat tidak membuat Pak Raden berpangku tangan saja menunggu hasil panen. Setiap hari lelaki yang hanya lulusan sekolah dasar ini, memeriksa kebun tebunya. Tanah, batang tebu, dan daun kering ia teliti dengan seksama. Ia tidak segan menegur para pekerja jika ada yang salah mengkletek daun tebu yang kering. Tak jarang ia mengkletek sendiri daun tebu kering yang masih menggantung di batang.

Daun-daun tebu  kering yang sudah dikletek oleh Pak Raden dibiarkan menutupi tanah di lorong-lorong antara barisan rumpun tebu dengan barisan rumpun yang lain. “Daun kering ini nanti bakal jadi humus yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah,” katanya menjelaskan.

Dia menanam tebu juga diatur sedemikian rupa, ada jarak yang membuat tiap rumpun tebu lega bernafas dan leluasa mendapatkan siraman sinar matahari. “Dengan cara ini batang tebu saya jadi sehat. Tiap batang bisa bebas “bersenam” dan mendapat sinar matahari yang cukup,” katanya dengan nada seorang ahli pertanian.

Hal itu tidak berlebihan bagi Pak Raden. Selain menemukan teknik baru setelah melakukan riset beberapa tahun, Ia juga mendapat bimbingan dari Manager PT Bumi Madu Mandiri Ir.H. Afif Manaf. Dia juga punya seorang asisten sarjana pertanian. Sang asisten dengan setia mendampinginya setiap hari dan memberi beberapa saran.

Pak Raden bukan petani biasa. Ia mengontrol kebun tebunya sambil mengendarai mobil Mitsubishi Estrada double kabin, kendaraan mahal yang sedang tren bagi kalangan penjelajah. Hal seperti itu tergolong langka di Lampung.

Pak Raden bukan petani berdasi, tetapi petani sejati yang sukses. Dan, batang tebu akan membawanya bertambah sukses. Ia memperkirakan akhir tahun ini bakal mendapat uang Rp3 miliar dari hasil panen tebunya.

Dia mengakui tebu memberinya lompatan penghasilan yang tinggi. Pada panen tebu tahun 2006 ia merasakan nikmatnya uang tebu. Ini pertama kali dia menerima uang hasil panen tebu. Padahal pada waktu itu dia tidak berniat menggiling tebu tanamannya.

 “Itu adalah tanaman ujicoba saya tahun 2005. Bobotnya belum memuaskan walaupun sudah melebihi hasil tahun sebelumnya,” kata Pak Raden. Ia tidak bersedia menyebutkan berapa uang yang diperolehnya waktu itu. Yang jelas hasilnya jauh melebihi tanam  singkong.

Lelaki asli Lampung dari Kampung Karta, Tulangbawang Udik itu sudah puluhan tahun menekuni profesinya sebagai petani singkong sekaligus juragan singkong. Komoditas ini pula yang melambungkan namanya sebagai pedagang besar, yang menghubungkan petani dengan pabrik.

Bagi Pak Raden pendidikan SD sudah cukup asal mampu menekuni bidang yang digeluti dengan serius, maka sukses pun bisa diraih. Dia membuktikannya dengan keberhasilannya saat ini.

Kalaupun saat ini Pak Raden beralih dari singkong ke komoditas tebu, hal itu semata karena gejolak jiwanya yang tidak cepat puas. Tebu merupakan hal baru baginya, tetapi hal itu justru menjadi tantangan untuk ia tekuni.

Petani sukses dari Kampung Karta ini telah dikaruniai 7 putra dan putrid dari hasil perkawinannya dengan perempuan bernama Lamsiana. Putra sulungnya Suhendra, kini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL). Anak keduanya diberi nama Putri, calon dokter yang sedang menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.

Kemudian putra ketiga Sofyan, masih di bangku SMAN Dayamurni Tulangbawang, lalu Suryajaya, juga di SMAN Dayamurni. Anak kelima Mira, siswi SMP Karta, yang keenam Sugarman, SD, dan terakhir Resa masih duduk di bangku TK. (amd)

Sumber

No comments:

Post a Comment