Tuesday, January 6, 2009

Prosedur Investasi Di Bidang Perkebunan



Dari deptan

I. Jenis, Luas Maksimum dan Pola Pengembangan Usaha
  1. Jenis usaha perkebunan terdiri atas Usaha Budidaya Perkebunan dan Usaha Industri Perkebunan.
  2. Usaha Budidaya perkebunan terdiri atas: usaha budidaya tanaman skala besar yang harus diusahakan oleh perusahaan perkebunan dan usaha budidaya tenaman skala kecil yang dapat dilakukan oleh petani pekebun.
  3. Usaha industri perkebunan meliputi :
    • Usaha gula pasir dari tebu
    • Industri ekstraksi kelapa sawit
    • Industri teh hitam dan teh hijau
    • Industri lateks
    • Industri pengupasan dan pengeringan kopi
    • Industri pengupasan dan pengeringan kakao
    • Industri pengupasan dan pengeringan lada
    • Industri pengupasan kapas dan Industri perkebunan lainnya yang bertujuan memperpanjang daya simpan
    • Usaha budidaya perkebunan yang luas lahannya 25 ha atau lebih wajib memiliki IUP
    • Usaha budidaya perkebunan yang luas lahannya kurang dari 25 ha wajib dilakukan pendaftaran oleh pemberi izin
    • Usaha industri perkebunan dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha industri perkebunan
    • Usaha industri perkebunan yang dilakukan petani pekebun harus didaftar oleh pemberi izin.
  4. Izin Usaha Perkebunan (IUP) diberikan oleh:
    • Gubernur, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada pada lintas wilayah daerah Kabupaten dan atau Kota;
    • Bupati atau Walikota, apabila lokasi lahan usaha perkebunan berada diwilayah daerah Kabupaten atau Kota.
  5. Izin Usaha Perkebunan berlaku selama perusahaan masih melakukan pengelolaan perkebunan secara komersial yang sesuai standar teknis dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memenuhi seluruh kewajiban yang telah ditetapkan.
  6. Luas usaha lahan budidaya perkebunan untuk satu perusahaan atau grup perusahaan ditetapkan sebagai berikut :
    • Luas maksimum lahan usaha perkebunan adalah 20.000 ha dalam suatu provinsi atau 100.000 ha untuk seluruh Indonesia, kecuali usaha perkebunan tebu;
    • Luas maksimum lahan usaha perkebunan tebu adalah 60.000 ha dalam satu provinsi atau 150.000 ha untuk seluruh Indonesia.
    • Luas maksimum untuk usaha budidaya perkebunan, tidak berlaku bagi :
      1. Perusahaan perkebunan yang pemegang saham mayoritasnya koperasi usaha perkebunan;
      2. Perusahaan perkebunan yang sebagian atau seluruh saham dimiliki oleh negara baik pemerintah maupun Provinsi, Kabupaten atau Kota.
  7. Setiap pengembangan usaha perkebunan harus mengikut sertakan masyarakat petani pekebun.
  8. Pengembangan usaha perkebunan dapat dilakukan dalam perbagai pola, antara lain :
    • Pola Koperasi Usaha Perkebunan, yaitu pola pengembangan perkebunan yang modal usahanya 100% dimiliki oleh koperasi usaha perkebunan;
    • Pola Patungan Koperasi Dengan Investor, yaitu pola pengembangan yang sahamnya 65% dimiliki koperasi dan 35% dimiliki oleh investor/perusahaan;
    • Pola Patungan Investor Koperasi, yaitu pola pengembangan yang sahamnya 80% sahamnya dimiliki investor/perusahaan dan minimal 20% dimiliki koperasi yang ditingkatkan secara bertahap;
    • Pola BOT (Build, Operate and Transfer), yaitu pola pengembangan dimana pembangunan dan pengoperasian dilakukan oleh investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu seluruhnya dialihkan pada koperasi;
    • Pola BTN (Bank Tabungan Negara), yaitu pola pengembangan dimana investor/perusahaan membangun kebun dan atau pabrik pengolahan hasil perkebunan yang kemudian akan dialihkan kepada peminat/pemilik yang tergabung dalam koperasi;
    • Pola-pola pengembangan lainnya yang saling menguntungkan, memperkuat, membutuhkan antara petani pekebun dengan perusahaan perkebunan;
    • Pola pengembangan dapat dilaksanakan dengan cara kombinasi dan disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
II. Syarat-syarat Perizinan Usaha Perkebunan

Usaha perkebunan dapat dilakukan oleh perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia meliputi Koperasi, Perseroaan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Untuk memperoleh izin usaha perkebunan, perusahaan perkebunan wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Akte pendirian atau perubahannya yang terakhir,
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
  3. Surat Keterangan Domisili,
  4. Rencana kerja usaha perkebunan,
  5. Rekomendasi lokasi dari instansi pertanahan,
  6. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi kehutanan sepanjang kawasan hutan,
  7. Rekomendasi teknis kesesuaian lahan dari Kepala Dinas yang membidangi usaha perkebunan Provinsi, Kabupaten atau Kota setempat yang didasarkan pada perencanaan makro, perwilayahan komoditi dan RUTR,
  8. Pernyataan penguasaan lahan perusahaan atau grup bahwa usaha perkebunannya belum melampaui batas maksimum,
  9. Pernyataan mengenai pola pengembangan yang dipilih dan dibuat dalam akte notaris,
  10. Peta calon lokasi dengan skala 1: 100.000,
  11. Surat persetujuan dokumen AMDAL dari komisi AMDAL daerah.
Pembangunan pabrik pengolahan hasil perkebunan wajib dilakukan secara terpadu dengan jaminan pasokan bahan baku dari kebun sendiri. Apabila pasokan bahan baku dari kebun sendiri tidak mencukupi dapat dipenuhi dari sumber lain melalui perusahaan patungan dengan menempuh salah satu pola pengembangan yang ditetapkan. Pembangunan pabrik pengolahan hasil perkebunan disesuaikan dengan perkembangan penanaman dan produksi kebun.


III. Tata cara perizinan usaha Perkebunan

Permohonan izin usaha hortikultura (IUH) diajukan kepada :

  1. Gubernur, apabila lokasi lahan usaha perkebunannya berada pada lintas Kabupaten dan atau Kota dengan tembusan kepada Menteri Pertanian cq. Pusat Perizinan dan Investasi
  2. Bupati atau Walikota, apabila lahan usaha perkebunannya berada di wilayah daerah kabupaten atau kota dengan tembusan kepada Menteri Pertanian cq. Pusat Perizinan dan Investasi
  3. Untuk memperoleh persetujuan permohonan dilengkapi dengan :
    1. Foto copy izin usaha perkebunan dan atau hak guna usaha (HGU);
    2. Akte pendirian perusahaan dan perubahan yang terakhir;
    3. Rencana kerja (proposal) yang berisi tentang alasan dilakukannya perubahan jenis tanaman serta rencana pengembangan tanaman pengganti;
    4. Surat dukungan perubahan jenis tanaman dari lembaga penelitian yang terkait
  4. Perusahaan perkebunan yang telah memilik izin usaha perkebunan yang akan mengadakan perluasan kapasitas pabrik, terlebih dahulu wajib memperoleh izin peningkatan kapasitas pabrik dari pemberi izin
  5. Untuk memperoleh izin penambahan kapasitas pabrik permohonan dilengkapi dengan :
    • Foto copy izin usaha perkebunan dan atau hak guna usaha (HGU);
    • Akte pendirian perusahaan dan perubahan yang terakhir;
    • Rencana kerja (proposal) yang berisi tentang alasan dilakukannya peningkatan kapasitas pabrik, pasokan bahan baku serta rencana kegiatan peningkatan kapasitas;
    • Surat rekomendasi perluasan kapasitas pabrik dari Kepala Dinas yang membidangi perkebunan.
IV. Alur Proses Penanaman Modal Dalam Rangka PMDN

Proses penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah sebagai berikut :

  1. Mengajukan surat pemohonan rekomendasi tehnis kepada Menteri Pertanian c.q Pusat Perizinn dan Investasi.
  2. Mengajukan permohonan penanaman modal ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dengan mengisi form I/PMDN.
  3. Mengajukan surat permohonan pendirian perusahaan kepada Menteri Hukum dan HAM.
  4. Mengajukan permohonan Nomor Pendaftaran Wajib Pajak (NPWP) kepada Ditjen Pajak, Departemen Keuangan.
  5. Mengajukan surat permohonan persetujuan dokumen AMDAL/UKL/UPL.
  6. Mengajukan surat permohonan kepada Gubernur/Bupati untuk memperoleh:
    • Izin lokasi
    • IUP
    • IUT
    • Izin mendirikan bangunan (IMB)
    • Izin UU gangguan/HO
    • Hak guna bangunan (HGB)
    • Sertifikat tanah
Bagan alur pengajuan penanaman modal dalam rangka PMDN sebagaimana terlihat pada gambar berikut:



No comments:

Post a Comment